Rabu, 26 September 2012

Pemelintiran Kitab Suci oleh MLDD



Versi Buddhis


Sasa Jataka

Kisah ini dituangkan dalam bentuk relief pada candi Borobudur, serambi pertama dinding bagian luar, deretan atas gambar ke-23, 24, 25 dari gerbang Timur ke jurusan Selatan.

Pada suatu peristiwa, Sang Bodhisattva dilahirkan sebagai seekor kelinci. Ia berkawan dengan seekor kera, seekor serigala, dan seekor berang-berang. Mereka hidup berbahagia dalam sebuah hutan; selalu bersama, pergi kian kemari untuk mencari makan. Di antara keempat sekwan itu, kelincilah yang paling pandai.

Sepuluh hari sekali mereka berkumpul pada tempat yang telah ditentukan untuk membicarakan suatu hal. Kelinci menjadi juru nasehat yang selalu mengajurkan agar mereka berbuat baik, membantu sesama makhluk atau memberi sedekah dan berbuat kebajikan pada hari-hari suci.

Pada suatu malam, menjelang bulan purnama, berkatalah sang kelinci, “kawan-kawan, besok adalah bulan purnama, marilah kita bersama-sama merenungkan Sang Ajaran.” (Yang dimaksud adalah Ajaran Atha Sila, yang biasanya direnungkan pada hari Uposattha, setiap tanggal 15 bulan lunar di mana pada malam harinya bulan berbentuk bulat penuh)

Jika ada seseorang yang dating meminta sesuatu dari kita, harus kita berikan apa yang kita miliki. Dana yang dikerjakan dengan Sila adalah sangat berjasa. Kera, serigala, dan berang-berang menyatakan persetujuan penuh dan masing-masing berkemas untuk keesokan malamnya. Berang-berang mendapat beberapa ekor ikan pada dasar sungai yang kering. Serigala menyediakan air susu asam, sedangkan kera mendapatkan mangga manis.

Pada malam purnama keesokan harinya, mereka berkumpul lagi dan dengan khidmat bersama-sama merenungkan Sang Ajaran. Kelinci yang tidak membawa persediaan makanan, berpikir dengan ikhlas akan menyerahkan dagingnya sendiri apabila diminta untuk dimakan.

Jika di atas bumi ini ada seseorang yang sangat saleh, maka singgasana Sang Sakka Mahadewa seketika menjadi panas. Pada malam itu pula, tahta Sang Sakka seolah-olah terbakar disebabkan oleh kesucian kelinci yang dengan ikhlas bersedia mengorbankan raganya sendiri. Sang Sakka mengarahkan penglihatan gaibnya di atas bumi dan segera menemukan jawabannya.

Untuk menguji ketulusan hati si kelinci, maka Sang Sakka menjelma sebagai seorang Bhramana yang datang meminta-minta. Mula-mula didtangilah berang-berang yagn bertanya, “Brahmana yang berbudi, apa ada gerangan Tuan datang kemari?

“Oh, kawan yang baik, jika ada sesuatu yang dapat kami makan, kami akan ikut pula merenungkan Ajaran seperti Tuan.” Berang-berang senang sekali mendengarkan hal itu dan seketika itu pula menawarkan ikan-ikannya. Tetapi Sang Sakka menolak dengan halus dan berterima kasih dengan alasan bahwa hari masih siang.

Demikianlah pula berturut-turut ia mengucapkan terima kasih dan menolak pemberian air susu dari serigala dan buah mangga yang manis dari kera. Akhirnya didatangilah si kelinci dan kembali Sakka meminta sesuatu untuk dimakan,. Si kelinci sangat besar hatinya, karena kesempatan yang ditunggu-tunggu telah datang.

Maka ujarnya dengan riang, “Oh, Brahmana yang berbudi, adalah baik hati Tuan yang sudi menerima makanan dari kami dan sudi pula merenungkan Ajaran-ajaran bersama kami. Akan kami sajikan apa yang belum pernah kami berikan. Silahkan mengumpulkan kayu bakar dan membuat api; kami akan melompat ke dalamnya dan mempersembahkan hidup kami kepada Tuan. Jika daging kami telah masak, silahkan mengambil dan memakannya agar Tuan dapat pula merenungkan Ajaran.”

Seperti yang telah diminta, dengan kekuatan gaibnya Sang Sakka mengumpulkan kayu bakar dan membuat api. Kemudian Ia memanggil si Kelinci. Kelinci lekas-lekas memandikan diri; menggetarkan badannya tiga kali agar kutu-kutu pada kulitnya tidak turut terbakar dan tanpa ragu lagi, ia melompat ke dalam api yang menyala-nyala. Betapa besar pengorbanan itu. Betapa gembiranya ia menyerahkan nyawanya sendiri . Meskipun ia hanya seekor binatang saja, dalam pengorbanan itu masih pula diutamakan keselamatan kutu-kutu yang selama hidup mengisap darahnya sendiri. Tetapi ajaib! Kelinci yajg terjun ke dalam api tersebut, tidak terbakar; bahkan ujung-ujung bulunya pun tidak terbakar. Sang Sakka menangkap kelinci yang gagal itu dalam tangannya dan melindungi nyawanya.

Untuk menghargai jasa tulus dan ikhlas itu, dan untuk menyiarkan hal itu kepada seluruh umat, maka Sang Sakka memahat gambar kelinci pada bulan yang memutari bumi hingga saat ini masih dapat kita lihat.


Asanga bertemu Maitreya


Asanga, seorang Bodhisatva, pemikir yang sangat berpengaruh di abad ke 5, perintis Yogācāra (“Practice of Yogā”). Ia lahir di Purusapura (Peshwar), keluarga Kausika, brahmin India. Setelah mempelajari Dharma, ia ingin bermeditasi. Ia mengasingkan diri dan bermeditasi supaya bisa bertemu dengan Maitreya dan berharap mendapatkan pelajaran dari beliau.

Asanga bermeditasi di Gunung. Setelah 3 tahun, belum berhasil ketemu Maitreya. Suatu hari, ketika berjalan-jalan di luar gua, Asanga melihat burung yg mendarat di batu. Ketika sayap burung menyentuh batu, Asanga melihat cerukan dalam yang telah terpahat di batu.

Asanga berpikir tentang tahun-tahun tak terhitung yang mengakibatkan sapuan halus sayap burung bisa meninggalkan cerukan sedalam itu.

Sewaktu kembali, Asanga mendengar tetesa air ke batu. Dilihat lebih jelas, ada tetesan air yang telah membuat batu di bawahnya berlubang dan meninggalkan jejak aliran dalam.

“Jika sayap burung dan air dapat memotong batu, begitu juga aku, melalui meditasi, memotong lapisan pikiran dan mencapai kebijaksanaan.”

3 tahun berlalu, Asanga belum mendapat hasil. Ketika Asanga turun gunung mencari makanan, Di tengah jalan, melihat seorang tua sedang mengasah batang besi jadi jarum dengan kapas. Asanga bertanya: “bagaimana mungkin batang besi ini bisa diasah jadi jarum?” Orang itu menjawab "Jika seseorang benar-benar berniat melakukan sesuatu, ia tidak akan menemui kegagalan, biarpun hal itu sepertinya tidak mungkin. Setelah mengalami kejadian ini, Asanga kembali naik gunung lagi, melanjutkan latihannya.

Setelah 3 tahun, tetap tidak ada tanda-tanda kehadiran Maitreya. Muncul lagi niat mundur, ia pun turun gunung. Di tengah jalan, ia melihat sebuah pilar batu yang menjulang tinggi ke langit. Di dasar pilar ada seorang lelaki sedang berusaha memotong batu itu dengan sehelai bulu yang dibasahi air. "Batu ini sangat besar dan menghalangi sinar matahari ke rumahku. Aku akan menyingkirkannya"

Asanga berpikir, jika seseorang mampu melakukan sesuatu yg sangat berdedikasi hanya untuk urusan duniawi, mengapa dia yang melakukan praktek spiritual malah cepat menyerah? Dia malu pada dirinya sendiri dan kembali melanjutkan retretnya.

Asanga melanjutkan meditasi untuk keempat kalinya. Tetapi setelah 12 tahun berlalu belum juga melihat Maitreya. Ia pun sudah patah semangat. Ia memutuskan untuk menyerah.

Dalam perjalanan, Asanga melihat seekor anjing tua yang sedang sekarat dengan bagian bawah tubuh terluka dikerumuni banyak belatung. Rasa welas asih yang sangat besar muncul dalam diri Asanga. Ia berpikir, "Anjing ini akan mati bila belatung tidak dikeluarkan, namun belatung-belatung akan mati bila dikeluarkan begitu saja. Karenanya aku akan memotong daging dari tubuhku untuk makanan belatung, maka selamatlah baik anjing maupun belatungnya."

Apabila ia memindahkan dengan jarinya, maka belatung-belatung akan mati terbunuh. Dengan sebilah pedang, ia memotong dagingnya sendiri, dengan lidahnya, namun tidak dapat mencapainya. Saat membuka mata, Arya Maitreya nampak berdiri di hadapannya dengan Mahapurusha-lakshana yang agung. Takjub, Asanga berkata sambil bercucuran air mata: "Oh Ayahku ! Pelindungku ! Selama bertahun-tahun aku melakukan beratus-ratus usaha namun tidak membawa hasil. Ketika aku haus dan didera penderitaan, mengapa engkau tidak menurunkan hujan amrita dari samudra awan kemuliaanmu ? Mengapa engkau hanya menunjukkan belas kasih yang kecil kepada kami ?"

Arya Maitreya menjawab, "Sebagaimana ungkapan, meskipun raja dari para dewa menurunkan hujan, biji yang mati tak akan bertunas. Demikian pula meskipun para Buddha muncul, ia tak terlihat oleh mereka yang kurang kebajikannya. Aku telah berada bersamamu sejak awal, Aku tidak pernah terpisah denganmu, tapi karena terhalang oleh karmamu, engkau tak dapat melihatKu. Sebaliknya, setelah noda dan rintanganmu dimurnikan oleh pelatihan mantramu yang banyak dan oleh welas asihmu sehingga berani memotong dagingmu sendiri, kini dirimu dapat melihatKu." Arya Maitreya kemudian berkata, "Tetapi untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini bagimu, gendonglah dan bawa Aku ke kota !"

Asanga membawa Bodhisattva ke kota, namun tidak ada satu orang pun yang melihat Arya Maitreya, kecuali seorang wanita tua melihat Asanga menggendong bangkai anjing. Karena penglihatannya itu, ia mendapatkan keberuntungan yang tiada akhir. Seorang tukang tembikar melihat kaki Arya Maitreya, segera ia berada dalam keadaan samadhi dan mencapai banyak siddhi. Pada saat itu Asanga juga mencapai samadhi "kesadaran akan keberadaan."

"Apa keinginanmu sekarang ?" tanya Maitreya Bodhsiattva. "Memulihkan ajaran Mahayana," jawab Asanga. "Baiklah pegang ujung jubahku." Arya Asanga mengikuti nasihat tersebut dan pergi ke Surga Tusita, berada di sana selama 50 tahun manusia mendengarkan Dharmadesana dari Arya Maitreya dan sangat paham baik makna maupun kalimat demi kalimat. Ia mendengarkan "Lima Dharma Maitreya" yang dibukukan di Dharmankura Vihara di Veluvana. Kelima teks tersebut adalah Abhisamayalamkara, Mahayanasutralamkara, Dharmadharmatavibhanga, Madhyantavibhanga, dan Uttaratantra Shastra [Ratnagotravibanga].


Sansekerta: Arya Matripranidhanaraja
English: Arya Maitreya Kings of Prayer

Doa aspirasi Arya Maitreya

Hormat kepada semua Buddha dan Bodhisattva!
Ananda, di masa lalu ketika Bodhisattva, Sang Makhluk Agung Maitreya,
melakukan aktivitas bodhisattva,
tiga kali di pagi hari dan tiga kali di malam hari, beliau menyandangkan jubah dharmanya pada sebelah bahunya, berlutut dengan kaki kanan di tanah
dan merangkapkan tangannya (anjali), mengucapkan aspirasinya dengan doa berikut:

Aku bersujud kepada semua Buddha
Kepada semua Bodhisattva, resi yang memiliki mata batin
dan kepada para Shravaka, aku bersujud

Yang membalikkan jalan menuju alam rendah
Dan dengan sempurna menunjukkan jalan menuju kelahiran di alam bahagia
Yang membimbing menuju keadaan bebas dari tua dan mati
Kepada Bodhisattva aku bersujud (atau Kepada Bodhicitta aku bersujud)

Apapun perbuatan salah yang telah kulakukan
Yang dilakukan karena pengaruh pikiran (negatif)
Di hadapan para Buddha
Aku mengakui mereka

Dengan kumpulan kebajikan yang kulakukan
Dengan berbagai cara dari tiga aktivitas
Dan dengan bibit ke-mahatahuanku
Semoga aku mencapai pencerahan yang tak ada habisnya

Dalam dunia-dunia di sepuluh penjuru
Apapun persembahan yang diberikan kepada Para Buddha
Diketahui dan disukai oleh para Buddha
Aku pun ikut bersukacita (mudita)

Aku mengakui semua perbuatan salah
Aku ikut berbahagia dalam semua perbuatan bajik
Aku memberi hormat kepada semua Buddha
Semoga aku mencapai kebijaksanaan agung

Aku memohon kepada para Bodhisattva
Yang berada pada tingkat ke-sepuluh
Yang berada di sepuluh penjuru
Aku memohon supaya mereka mencapai Ke-Buddhaan, pencerahan sempurna

Setelah mencapai ke-Buddhaan - pencerahan yang mulia
dan mengalahkan Mara dan pasukannya
Untuk kebaikan semua makhluk
Semoga Engkau memutar roda Dharma

Semoga suara tambur Dharma yang agung
Membebaskan makhluk-makhluk dari penderitaan
Semoga Engkau tetap tinggal, mengajar Dharma
Selama kalpa-kalpa yang tak terhitung

Untuk mereka yang tenggelam dalam kubangan nafsu keinginan
Terikat dengan kuat oleh tali kemelekatan
Dan terbelenggu oleh semua jenis ikatan
Semoga Buddha - Yang Tertinggi di antara manusia melihat mereka

Makhluk - makhluk yang pikirannya ternoda
(semoga) Buddha tidak menolak
Semoga Yang mempunyai welas asih terhadap makhluk-makhluk
Membebaskan mereka dari lautan samsara

Yang mencapai pencerahan sempurna yang berada pada saat ini,
Buddha di masa lalu, dan yang mereka yang belum datang,
Dengan mengikuti contoh mereka,
Semoga aku mempraktekkan aktivitas Bodhisattva

Setelah menyempurnakan enam paramita
Semoga aku membebaskan makhluk dari enam alam
Setelah mencapai enam kekuatan supernormal
Semoga aku mencapai pencerahan sempurna!

sudah menjadi sifatnya bahwa tidak ada yang telah muncul,
tidak ada yang akan muncul, tidak ada yang eksis (saat ini),
tak ada (obyek) yang berdiam, tak ada subyek, tidak ada suatu hal yang eksis
Semoga aku merealisasikan kekosongan fenomena (sunyata)

(Sesungguhnya) seperti tidak ada Buddha, tak ada resi agung,
tidak ada makhluk biasa, tidak ada kehidupan,
tidak ada makhluk hidup, dan tiada yang hidup
Semoga aku merealisasi ke-tanpa aku-an (anatta)

Bebas dari ego dan kemelekatan
Kepada semua fenomena/materi
Demi kebaikan semua makhluk
Semoga aku dapat mempraktekkan kemurahan hati tanpa kekikiran

Dengan melihat benda-benda seperti apa adanya
Semoga aku mendapat kekayaan secara spontan!
Karena semua hal adalah tidak kekal
Semoga aku menyempurnakan kesempurnaan kemurahan hati (dana paramita)

Dengan etika yang tanpa cela
Dan memiliki disiplin moral yang sempurna
Dengan etika yang tanpa kesombongan
Semoga aku menyempurnakan kesempurnaan moral (sila paramita)

Dengan kesabaran tanpa kebencian
Seperti elemen tanah dan air
api dan udara yang tidak tetap
Semoga aku mencapai kesempurnaan kesabaran (ksanti paramita)

Dengan mengembangkan usaha yang bersemangat
Stabil, dengan gembira, tanpa kemalasan
Dengan pikiran dan tubuh yang kuat
Semoga aku mencapai kesempurnaan semangat (viriya paramita)

Dengan samadhi yang seperti ilusi magis
Dengan samadhi yang seperti panglima yang dituruti dengan baik
Dan dengan samadhi yang seperti vajra
semoga aku mencapai kesempurnaan konsentrasi (dhyana paramita)

Dengan secara langsung merealisasikan tiga pintu pembebasan
persamaan tiga waktu dalam kesunyataan
dan tiga jenis pengetahuan
semoga aku mencapai kesempurnaan kebijaksanaan (prajna paramita)

(Setelah mencapai keadaan) yang dipuji oleh semua Buddha
dengan cahaya dan kemegahan
dengan menggunakan usaha yang bersemangat (yang disempurnakan) sebagai seorang Bodhisattva
Semoga aku dapat memenuhi harapan makhluk lain dan diriku sendiri

Mempraktekkan jalan bodhisattva seperti ini
Semoga aku yang telah mendapat nama "Maitreya" (Cinta Kasih)
setelah melengkapi enam kesempurnaan
Semoga Aku berulang kali kembali ke puncak tingkatan ke-sepuluh

***

Dengan kebajikan yang kuhasilkan dari praktek ini
Semoga diriku dan semua makhluk lain
segera setelah kami meninggal
terlahir kembali di Tusita, dalam istana yang kaya akan Dharma
dan semoga kami menjadi putra-putra spiritual dari
Raja Dharma yang tak terkalahkan (Maitreya)

Penguasa tingkat ke-10, Penakluk penguasa di Jambudwipa
Ketika Engkau merealisasikan keadaan dengan sepuluh kekuatan
(semoga kami) menjadi makhluk yang pertama kali merasakan nektar ajaran-Mu
Semoga aku dapat menyelesaikan semua aktivitas Penakluk dengan lengkap!

Segera setelah aku meninggalkan kehidupan ini
Semoga aku terlahir di tanah kegembiraan Tusita
dan dengan cepat menyenangkan Maitreya Sang Pelindung
Semoga Beliau meramalkan pencerahanku!



Versi Mi Le Da Dao


Dalam Kitab Sutra buddhis tertulis kisah sebagai berikut.
Berkalpa masa yang silam, Buddha Maitreya pernah terlahir sebagai seorang pembina berkearifan tinggi. Orang-orang memangilnya "Yi Chiek Ce Kuang Ming Sien Ren (Pembina Suci Berkebijaksanaan Cemerlang)".

Suatu ketika, tiba-tiba hutan tempat membina diri Pembina Suci Berkebijaksanan Cemerlang itu dilanda banjir yang sangat dahsyat.Sehingga mengakibatkan semua tetumbuhan dan palawija rusak dilanda banjir. Dan semua makhluk hidup disekitar sana amat kekurangan makanan. Demikian juga halnya dengan Sang Pembina itu,telah tujuh hari tak mendapatkan sedikit makanan apapun untuk mengisi perutnya.

Saat itu di dalam hutan hiduplah 500 ekor kelinci hutan. Ketika ratu kelinci melihat Sang Pembina sudah hampir mati kelaparan, ia langsung terpanggil untuk berkorban diri demi kelangsungan hidup Sang Pembina dan mempertahankan agar roda dharma dapat terus berputar di dunia ini.

Ratu Kelinci pun mengumpulkan semua anaknya dan berpesan "Aku akan mengorbankan raga demi kelangsungan hidup seorang pembina dan kelanjutan penyebaran Buddha Dharma, setelah berpisah, jagalah diri kalian baik-baik!.

Tiba-tiba salah seekor anak kelinci menyahut."Mama berkorban diri demi seorang Pembina dan Buddha Dharma, sungguh adalah perbuatan mulia, akupun ingin melakukannya." Pada waktu yang sama, Dewa Hutan dan Dewa Pohon yang mendengar percakapan itu langsung datang membantu menyiapkan api unggun.

Setelah api unggun menyala dan berkobar, di luar dugaan anak kelinci langsung mendahului induk kelinci melompat kedalam api yang berkobar itu. Lalu induk kelinci segera menyertai masuk kedalam kobaran api itu. Tak lama kemudian daging kedua ekor kelinci itu sudah terbakar matang.
Dewa Hutan segera pergi menyampaikan peristiwa ini kepada Sang Pembina dan mempersilahkan Beliau untuk menyantap daging kelinci itu.
Begitu mendengar penyampaian dari Dewa Hutan, sedih dan pilu menyelimuti hati Sang Pembina.

Detik itu juga Sang Pembina berdiri dan meneguhkan ikrar suci yang mengugah alam semesta, "Biarkanlah ragaku hancur luluh, biarlah sakit derita menyayat hatiku, selamanya aku tak akan tega menyantap daging makhluk hidup manapun juga, karena daging makhluk hidup lain adalah dagingku sendiri,"
Lebih lanjut Beliau berikrar, "Semoga aku pada berkalpa-kalpa kehidupan mendatang tak pernah lagi timbul niat pembunuhan selamanya tak melahap daging makhluk hidup.Selamanya aku akan mengamalkan sila berpantang makan daging. Demikian aku akan terus berjuang memancarkan Maha Kasih hingga mencapai Kesempurnaan."
Setelah meneguhkan ikrar yang maha luhur itu, Sang Pembina langsung melompat ke dalam kobaran api bersama kelinci tersebut.

Sang Buddha Sakyamuni bersabda, "Saat itu induk kelinci tersebut adalah diriku sendiri. Kelinci kecil adalah anakku, Rahula. Dan Sang Pembina yang maha kasih adalah Boddhisatva Maitreya."


Ingin melihat Maitreya

Asanga, seorang Bodhisatva, pemikir yang sangat berpengaruh di abad ke 5, perintis Yogācāra (“Practice of Yogā”).


Ia lahir di Purusapura (Peshwar), keluarga Kausika, brahmin India. Berikut salah satu versi kisah tentang dia.

Asanga bermeditasi di Gunung JiZhua. Setelah 3 tahun, belum berhasil ketemu Maitreya. Kecewa dan turun gunung. Di tengah jalan, melihat seorang ibu tua sedang mengasah batang besi jadi jarum. Asanga bertanya: “bagaimana mungkin batang besi ini bisa diasah jadi jarum?” Ibu tua menjawab: “orang yang bertekad, cita-cita pasti tercapai; sekalipun penuh kesulitan, gunung pun bisa berpindah”. Setelah mengalami kejadian ini, Asanga kembali naik gunung lagi, melanjutkan pembinaannya.

Setelah 3 tahun, tetap tidak ada tanda-tanda kehadiran Maitreya. Muncul lagi niat mundur, ia pun turun gunung. Di tengah jalan, hujan turun. Asanga melihat ada sebuah batu yang tengahnya berlubang, karena tetesan air terus-menerus. Hatinya merasa malu, spontan bertobat, berjalan balik arah melanjutkan meditasinya.

Waktu berlalu demikian cepat, 3 tahun pun berlalu. Asanga kecewa untuk ketiga kalinya. Ia pun turun gunung, di tengah jalan melihat bulu-bulu burung yang berserakan. Apalah arti hidup, kalau tidak mencapai kesucian? Bagai bulu burung yang berguguran, tak berarti. Asanga melanjutkan meditasi untuk keempat kalinya. Tetapi belum juga melihat Maitreya. Ia pun sudah patah semangat.

Dalam perajalan pulang, ia melihat seekor anjing yang hampir mati tergeletak di tepi jalan. Ia mendekati, ternyata anjing tersebut menderita kudis, sampai ulat-ulatnya udah banyak. Tampaknya, anjing tersebut sangat menderita dan akan tewas. Asanga merasa sangat kasihan, ingin membersihkan lukanya, tapi tak ingin mematikan ulat-ulatnya.

Ia memotong dagingnya sendiri, lalu memindahkan ulat-ulat dari tubuh anjing ke potongan daging tersebut dengan menggunakan lidah. Pada saat ia sedang memindahkan ulat, anjing nya raib hilang. Yang terlihat olehnya adalah Bodhisatva Maitreya.

Asanga sangat terharu dan berkata dengan nada kecewa: “mengapa baru muncul sekarang, padahal telah bertahun-tahun derita yang ku alami”

Maitreya menjawab: “bagaikan benih yang rusak, bila turun hujan, tetap tidak tumbuh tunas akar. Seorang pembina kalau tidak ada pupuk pahala kebajikan, para Buddha hadirpun tak bermanfaat baginya.”

Aku selalu hadir. Hanya karena karmu burukmu belum bersih, sehingga tidak bisa melihat-ku. Kini, engkau timbul belas kasihan besar, karma burukmu dapat tereliminir, maka engkau dapat melihat ku. Bila kamu tidak yakin, coba pikul saya di pundakmu, lalu jalan menuju pasar. Buktikan, apakah orang di pasar dapat melihatku.

Asanga pun memikul Bodhisatva Maitreya berjalan menuju pasar. Lalu bertanya kepada beberapa orang, “adakah kalian melihat Bodhisatva di pundak ku?”. Orang-orang pada aneh memandang Asanga. Sekian lama kemudian, baru ada seorang ibu tua menjawab: “kamu memikul seekor anjing di pundakmu”.

http://www.maitreyaduta.org/2011/06/10/ingin-melihat-maitreya/


Cara mudah menjadi Buddha menurut MLDD

KELUHURAN BAKTIPUJA, PERTOBATAN, DAN PENYELAMATAN NURANIAH

Dalam Sutra Purvapranidhana, tertulislah sebuah dialog antara Buddha Sakyamuni dan Ananda. Sang Buddha bersabda, "Wahai Ananda yang bijaksana, ketahuilah bahwa sesungguhnya Bodhisatva Maitreya telah mencapai kesempurnaan tanpa perlu melaksanakan pengorbanan telinga, hidung, kepala, tangan, kaki, badan, jiwa, kekayaan, kota, anak-isteri, dan kerajaan untuk didanakan, melainkan hanya melaksanakan metode pembinaan yang fleksibel, praktis, dan membahagiakan, hingga akhirnya mencapai Kesempurnaan Kesejatian Tertinggi."

Ananda bertanya, "Dengan metode fleksibel dan praktis yang bagaimana Bodhisatva Maitreya mencapai kesempurnaan Kebuddhaan?"

Sang Buddha bersabda, "Bodhisatva Maitreya telah berjuang dalam tiga waktu pada siang dan malam, dengan sepenuh hati mendisiplinkan badan, merapikan jubah dengan posisi berlutut menghadap ke sepuluh penjuru alam (berbaktipuja) sambil memanjatkan ikrar:

"Aku bertobat atas semua kesalahanku, dan berjuang menasehati dan membimbing umat manusia ke dalam kebenaran Dharma. Dengan penuh ketulusan aku bersembah sujud ke hadapan-Mu para Buddha. Semoga dengan ini aku dapat mencapai Anuttara Prajna (kebijaksanaan tak terhingga)."



http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_dw_4.shtml

Selasa, 04 September 2012

白莲教起源与其教义


2010-04-14 01:14 来源:未知 作者:逸江南 已有 235 人关注

莲教是唐、宋以来流传于的一种秘密宗教结社,渊源来自佛教净土宗。相传净土宗始祖东晋释慧远在庐山东林寺与刘遗民等结白莲社共同念佛,后世信徒以为楷模。北宋时期净土念佛结社盛行,多称白莲社或莲社。南宋绍兴年间,吴郡昆山(今江苏昆山)僧人茅子元(法名慈照),在流行的净土结社的基础上创建新教门,称白莲宗,即白莲教
  早期的白莲教崇奉阿弥陀佛,提倡念佛持戒,规定信徒不杀生、不偷盗、不邪淫、不妄语、不饮酒。号召信徒敬奉祖先,是一种半僧半俗的秘密团体。其教义比较简单,经卷通俗易懂,为下层人民所乐于接受,所以常被用于组织人民群众反抗压迫。在元、明两代,白莲教曾多次组织农民。流传到清初,又发展成为反清秘密组织,虽遭到清政府的多次血腥*,但到了嘉庆元年(1796),白莲教大却是嘉庆年间规模最大的一次
  嘉庆年间的白莲教,前后持续了9年零4个月,最早参加者多为白莲教徒。参加的人数多达几十万,发于四川、湖北、陕西边境地区,斗争区域遍及湖北、四川、陕西、河南、甘肃5省,甚至还波及到湖南省的龙山县。白莲教军在历时9年多的战斗中,占据或攻破清朝府、州、县、厅、卫等204个,抗击清政府从全国16个省征调的兵力,歼灭了大量清军,使清军损失一、二品高级将领20多人,副将、参将以下的军官400多人。清政府*,共耗费白银2亿两,相当于当时清政府5年的财政收入。从此,清王朝从所隆盛之世陷入了武力削弱、财政奇黜的困境,迅速跌入没落的深渊
  白莲教作为一种宗教概念,包括的内容很广。可以说它是一千多年来,发生在中国这块古老土地上的各种异端左道邪教总括,是佛教、道教以外的重要的宗教。反映的是中国下层社会百姓的生活、思想、信仰和斗争,在中国农民战争史上充当着重要的角色。
  白莲教教徒的主要特征是烧香、诵偈(即宝卷),信奉弥勒佛和明王。他们的经典有《弥勒下生经》、《大小明王出世经》等等。为了适应下层百姓白天劳动的实际情况,白莲教徒多是夜聚晓散,愿意入教的人不受任何限制,不分贫富、性别、年龄,男女老少只要愿意均可加入,男女杂处。到了明末清初,白莲教逐渐在教理方面趋于完备,教义也更加体系化
  白莲教教义认为:世界上存在着两种互相斗争的势力,叫做明暗两宗。明就是光明,代表善良和真理;暗就是黑暗,代表罪恶与不合理。这两方面,过去、现在和将来都在不断地进行斗争。弥勒佛降世后,光明就将最终战胜黑暗。这就是所谓青阳红阳白阳。教徒们侍奉无生老母,信奉真空家乡,无生老母的八字真言。无生老母是上天无生无灭的古佛,她要度化尘世的儿女返归天界,免遭劫难,这个天界便是真空家乡。无生老母先后派燃灯佛、释迦牟尼佛、弥勒佛下界。他们分别在不同时期内统治人类世界
  青阳时期是由燃灯佛统治的初际阶段,那时还没有天地,但已有了明暗。明系聪明智慧,暗系呆痴愚蠢
  红阳时期是由释迦牟尼佛统治的中际阶段,那时黑暗势力占上风压制了光明的势力,形成大患这就是所谓恐怖大劫的来临,这时弥勒佛就要降生了。经过双方的决斗,最后光明驱走了黑暗
  白阳时期是由弥勒佛统治着的后际阶段,明暗各复本位,明归大明,暗归极暗
  初际明暗对立,是过去。中际明暗斗争,是现在。后际明暗各复本位,是未来。教首们宣传,人们如果信奉白莲教,就可以在弥勒佛的庇佑下,在大劫之年化险为夷,进入云城,免遭劫难。待彻底摧毁旧制度,破坏旧秩序后,即可建立新的千年福的境界,那时人们就可以过安居乐业的好日子了
  白莲教认为现阶段(即中)虽然黑暗势力占优势,但弥勒佛最后一定会降生,光明最后一定会战胜黑暗。它主张打破现状,鼓励人斗争。这一点吸引了大量贫苦百姓,使他们得到启发和鼓舞。加上教首们平日的传授经文、符咒、拳术、静坐以及用气功为人治病等方式吸收百姓皈依,借师徒关系建立纵横联系
  白莲教信徒众多,主要来自社会下层。各派内部实行家长制统治,尊卑有序,等级森严,成为很多农民组织形式。在元末以滦县为中心,冀东及长城沿边一直是白莲教活动的地区,并从这里向全国蔓延,爆发了韩山童、刘福通领导的反元大。明初永乐年间有唐赛儿领导的,明末天启时期有徐鸿儒、王好贤领导的。此外还有很多小规模的农民,如明代嘉靖年间的江南太湖流域马祖师领导的农民和山西、内蒙古一带的农民等。到清朝乾隆年间,在山东一带爆发了王伦领导的农民规模最大的一次当属嘉庆年间,即清代中叶爆发的川楚陕白莲教大
  白莲教的组织在清代时分布很广,黄河上下、大江南北到处都有,尤其是直隶、山东、山西、湖北、四川、陕西、甘肃、安徽等省,白莲教最为活跃,各阶层人民踊跃参加。在农村中则有乡约吃,在城镇、集市则有差役书办吃教。当时教门派别很多,有清茶门教、牛八()教、十字教、焚香教、混元教、红阳教、白阳教、老君门教、大乘教、清香教、圆顿教、八针教、大阳教等,五花八门,其中许多教派都是白莲教的支派。白莲教拥有的群众最多,影响最大。它本身又分为许多别支,各以教主、首领为中心,组织相当复杂。领导人的名称也很多,有师父老掌柜少掌柜掌教元等等。它的这种组织形式,适合秘密传教(时也用经文编成歌词,配上调,击渔鼓,打竹板,用说唱的形式传教),分散活
  白莲教的教主和首领们利用白莲教经文中反对黑暗,追求光明,光明最终必将战胜黑暗的教义,宣传大劫在遇,天地皆暗,日月无光黄天将死,苍天将生世界必一大。他们还号召信徒以四海为家,把教友关系看成是同生父母的兄弟姊妹关系,号召教友之间互通财物,互相帮助,男女平等。这些口号直接反映
 
TUJUAN SESUNGGUHNYA PENDIRIAN PAI LIEN CIAO

Pada jaman dinasti Cin ada seorang bhiksu mulia yang bernama Hui Yuen Ta Shi [334 –416 M] mendirikan aliran Cing Du [Tanah Murni – Sukhavati] (yang merupakan salah satu dari delapan aliran besar Mahayana). Beberapa orang berkumpul dan bersama-sama melatih diri melafalkan nama Amiduofo [Buddha Amitabha]. Mereka membuat kolam teratai putih dan menamakan diri sebagai ‘Pai Lien She’ [Komunitas Teratai Putih]. Tetapi nama ini kemudian disalahgunakan oleh kelompok Han Shan Dong, Liu Fu Dong dan kawan-kawan di masa dinasti Yuen. Mereka mendirikan ‘Pai Lien Hui’ [Perkumpulan Teratai Putih] yang berkedok agama tetapi menyesatkan umat awam. Menyebarkan ucapan sesat bahwa dunia sedang dalam kekacauan, sebab itulah Buddha Maitreya turun untuk menyelamatkan dunia.

Perkumpulan ini kemudian secara bertahap berkembang menjadi ‘Pai Lien Ciao’ [Ajaran Teratai Putih]. Di masa dinasti Jing menyebut diri sebagai ‘Yi He Duan’ [perkumpulan yang menyesatkan Ibu Suri Chi Si meyakinkan bahwa dengan membawa Fu atau Hu – jimat dewa akan membuat orang kebal bahkan terhadap senjata api. Peristiwa ini terkenal dengan sebutan Perang Boxer yang membawa banyak korban rakyat Tiongkok. Senjata api negara Barat dilawan dengan tinju Tiongkok]. Saat ini mereka menjadi Yi Kuan Tao (Dien Tao Ciao).

(Catatan penulis: Sesepuh Kelima belas Yi Kuan Tao adalah Wang Cie Yi yang merupakan pimpinan Yi He Duan).

Saya teringat pernah membaca sebuah buku yang berjudul ‘Sejarah Umum Tiongkok’. Saat membicarakan peristiwa kehancuran dinasti Yuen, dalam salah satu bagian dari buku tersebut menuliskan suatu peristiwa yang berhubungan dengan Pai Lien Ciao, yang merupakan cikal bakal Yi Kuan Tao. Berikut adalah kutipan dari buku tersebut :

Han Shan Dong warga kota Luan Jeng, dengan kedok agama mengumpulkan pengikut menyatakan dunia saat ini telah kacau, Buddha Maitreya turun untuk menyelamatkan dunia.

Pengikutnya, yang bernama Liu Fu Dong, Li Er dan yang lain, menyatakan Shan Dong sebenarnya bermarga Cao, keturunan generasi kedelapan dari Kaisar Song Hui Cong [1101-1125 M], dilindungi langit dan para dewa untuk menumbangkan dinasti Yuen membangkitkan 52 kembali dinasti Song. Rakyat Tiongkok yang saat itu tidak puas dengan dinasti Yuen [bangsa Mongol] berbondong-bondong bergabung dengan kelompok ini.

Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan Han Shan Dong, Liu Fu Dong dan Li Er mendirikan Pai Lien Ciao adalah sebagai pergerakan kekuatan massa yang dipersatukan di dalam perkumpulan Agama Buddha untuk melawan dinasti Yuen. Ini adalah manifestasi idealisme rasa berbangsa dan cinta tanah air, merupakan pergerakan yang memiliki tujuan yang mulia. Tetapi sayang sekali mereka menggunakan cara yang salah. Mereka merubah Sutra Buddhis menjadi kacau balau. Selain itu, tampuk kekuasaan dalam organisasi mereka seringkali dipegang oleh beberapa pimpinan yang berambisi. Hal ini memberi keleluasaan pada para pimpinan ini untuk menyalahgunakan kekuasaan dengan cara mencatut nama Dewa, Bodhisattva atau Buddha, membuat pernyataan palsu mengatakan mereka menerima Firman Langit atau menyebut diri sendiri sebagai titisan Sesepuh Agama Buddha. Kemudian mereka melanjutkan pemalsuan ini dengan menyebarkan ajaran sesat serta melakukan pemberontakan yang mengakibatkan kekacauan di mana-mana. Dan hal ini berlanjut hingga beberapa generasi, menimbulkan gelombang kekacauan bandit agama yang tiada hentinya selama beberapa ratus tahun di Tiongkok.

The Chronicle of the Future Buddha (Anagatavamsa)


Appendix A:
Namo Tassa Bhagavato Arahatto Sammasambuddhassa

Sariputta of great wisdom, the leader Upatissa, the firm general of the Doctrine, approached the leader of the world and asked the Conqueror about his own doubts with reference to the future Buddha: "What will the wise Buddha immediately after you be like? I wish to hear this in detail. Please tell me, o Seeing One." Hearing the Thera's words, the Blessed One said this:
It is not possible for anyone to describe at length Ajita's great accumulated merit which is not small, which is of great fame. I will tell (you about) it in part. Listen, o Sariputta. In this auspicious world cycle, in the future, in a crore of years, there will be an Awakened One named Metteyya, best of men, of great merit, great wisdom, great knowledge, great fame, great power, great steadfastness; he will be born, one who sees.
Having great rebirth, (great) mindfulness, full of wisdom, of great learning, he will be a preacher, a knower, one who sees well, who touches and plunges into the highest goal. He will be born, that Conqueror.
At that time, there will be a royal city named Ketumati, twelve leagues long and seven leagues wide,  full of men and women, adorned with palaces, frequented by men and women, incomparable, rightly protected.
There will be a king named Sankha, of limitless strength and vehicles, possessing the seven jewels, a Wheel-turning Monarch of great power, having psychic powers, fame, enjoying all sensual pleasures; and he will preach the doctrine of quiescence that destroys all its opponents.  A well-made palace there, like a divine palace, will arise through his merit. (It will be) resplendant with many jewels, surrounded by balustrades, well designed, delightful, resplendant, very tall, the best, hard to look at, harming the eyes. The jewel palace that came into existence for King Maha-Panadassa will rise up for him and King Sankha will live in it.
And then, in that city, there will be various streets here and there, delightful lotus ponds, well built, with beautiful banks, 16 full to the brim of fragrant, clear, clean, cool, sweet water, (with banks) strewn with sand, (ponds) covered with red and blue lotuses, accessible to all people at all times. There will be seven rows of palm trees and walls of seven colours made of jewels encircling all the city. The royal city of Kusavati at that time will be Ketumati. In squares at the gate(s) of the city there will be shining wishing trees, (one) blue, (one) yellow, (one) red, and (one) white. There will have come into being divine clothes and divine ornaments hanging there, all sorts of wealth and possessions.
At that time, in the middle of the city, there will be four halls, facing the four directions, and there will be (another) wishing tree produced by his merit. Hanging from those wishing trees there will be cotton cloth, sheaths, flaxen cloth of Kodum produced by his merit. Hanging from those wishing trees there will be tambourines, tambours, and small drums produced by his merit. Hanging from those wishing trees there will be encircling bracelets and necklaces made of jewels produced by his merit. Hanging from those wishing trees there will be "high" oranments, "blooming-face" ornaments, bracelets and girdles produced by his merit. And hanging from those wishing trees there will be many other ornaments and decorations of different sorts.
Through the action of beings' merits, men will enjoy self-generated rice that has no "dust," no chaff, that is pure, sweet- smelling, with grains ready husked, ripened without cultivation. A sixteenth of (today's) ambana (measure) will be 2,270 cartloads. And at that time one grain will produce two tumbas - they are called rice grains - produced by the action of beings' merits. The men who live in Ketumati in the kingdom of Sankha will wear armour and braclets. Whatever they want will be fulfilled. They will have happy faces. They will wear large earrings. Their bodies will be covered with yellow sandalwood paste. They will wear garments from Kasi. They will be of great wealth, rich; they will be waked by drums and lutes. They will constantly be exceedingly happy in body and mind.
Jambudipa will be ten thousand leagues, without thorns, clear, with green grass. There will be three diseases: desire, hunger, and old age. The women will marry at the age of five hundred. They will always be in unity, congenial, without disputes. The vines, trees, and bushes will be equipped with fruit and flowers. There will be a grass four-inches high that will be as soft as cotton. There will be even rains and gentle winds, neither too hot nor too cold. There will always be a beautiful climate. The rivers and ponds will not lack (in water). Here and there in the districts, the pure sand will not be rough. It will be scattered around like pearls the size of peas and beans. It will be delightful like an adorned garden.
Here and there, there will be villages and towns very close together and full of people.  (The villages and towns) will be like a great forest of reeds and bamboo, full of people, I think, at a cockflight's (distance), without interval. Trading cities will be filled with men and women who will be prosperous, rich and tranquil, free from danger and in good health. They will wander about festivals, always joyful, always playing, extremely happy. They will rejoice, happy and pleased. There will be much food and water, much to eat, much meat, drink, and water. Jambudipa will be delightful, like the Alakamanda of the Devas or the broad capital of the Kurus.
One named Ajita (will be born), Metteyya, the best of two-footed beings, with the thirty-two excellent marks and the minor characteristics, of golden complexion, without stain, very splendid, resplendent, of the highest fame, glorious, of perfect form, of good sight, of great power, incomparable. He will be born in a Brahman family, with great wealth and possessions, and of excellent family. There will be no dispute concerning his birth. (Four) palaces made of jewels will have come into being for Ajita: Sirivaddha, Vaddhamana, Siddhattha, and Candaka. Ajita's female attendants will be women perfect in all their limbs, adorned with (all kinds of) ornaments, small, medium, and large. There will be a complete (retinue of) one hundred thousand women fully adorned. Candamukhi will be his wife. Brahmavaddhana will be his son. He will delight in great happiness, be joyful, and endowed with pleasure. He will enjoy all fame like Nandana and Vasava.  He will live in a household for eight thousand years.
At some time, he will go to a park for pleasure to amuse himself. Seeing the danger in sensual pleasures and being wise in accordance with the nature of Bodhisattas, he will see the four signs which destroy sensual pleasures: an old man, a sick man, a dead man, and a happy wanderer. He will go forth. Having sympathy for all beings, he will become averse to sensual pleasures. Not looking for the unsurpassed, great happiness and bliss in seeking honour, he will go forth. He will undertake the practice of exertion for seven days. That Conqueror will go forth, leaping up (into the air) with his palace. Ajita will go forth, honoured by a great group of people, friends and companions, blood relatives, a fourfold army, an assembly of the four castes, and 84,000 princesses.
When Metteyya has gone forth, at that time, 84,000 Brahmans who are skilled in the Vedas will go forth. At that time, both of the brothers, Isidatta and Purana will go forth (with) 84,000 (other people). The twins, Jatimitta and Vijaya, of unlimited wisdom, will approach that Perfect Buddha from the 84,000. The householder named Suddhika and the lay woman Sudhana will approach the perfect Buddha from that 84,000. The lay disciple named Sangha and the lay woman named Sangha will approach that perfect Buddha from the 84,000. The householder named Saddhara and the renowned Sudatta will approach that perfect Buddha out of the 84,000. The woman named Yasavati and the renowned Visakha will be honoured by men and women. They will go forth in renunciation on the admonition of Metteyya. Other citizens and many people from the country, and no few nobles, Brahmans, merchants, and workers, inclined to renunciation, a great crowd of all sorts of birth, will then go forth, following the going forth of Metteyya.
On the day that Wise One goes forth in renunciation, on that very day of renouncing, he will approach the dais of the tree of awakening. In the place of the unconquered Bulls Among Men, on that supreme seat of awakening, seated in a cross-legged position, the One of Great Fame will be awakenend. The Conqueror will go to the excellent garden Nagavana in full flower, and there he will set in motion the incomparable Wheel of the Doctrine: misery, the arising of misery, the overcoming of misery, and the Noble Eightfold Path leading to the cessation of misery. Then, there will be a gathering of men all around for one hundred leagues when that protector of the world sets in motion the Wheel of the Doctrine. Then, very many Devas will approach the Conqueror there, and he will free 100,000 crores from their bondage. Then, that king Sankha, having given his jewel palace to the Sangha with the Conqueror at its head, having given another great gift to the poor, the needy, and to beggars, hurrying along with this queen, he will approach the Perfect Buddha. Through the power of the great king and his limitless force of charriots, he will approach the Conqueror accompanied by 90,000 crores (of people). Then the Perfect Buddha will beat the drum of the Doctrine, the excellent and highest sound of the kettle drum of the undying, making known the Four Truths. The company of people accompanying the king, all 90,000 crores without exception, will become "Come Bhikkhu" monks.
Then Devas and men will approach the Leader of the World and ask the Conqueror a question concerning Arahatship. That Conqueror will answer them and 80,000 crores will attain Arahatship. That will be the third penetration. The first assembly will be of 100,000 crores of those whose taints are destroyed, who are spotless, of peaceful minds, venerable ones. When the Blessed One proclaims the Invitation (to declare purity) at the end of the rainy season, that Conqueror will be surrounded by 90,000 crores. And when the Sage has gone in seclusion to the golden and silver Gandhamadana slope of the Himavanta mountain range, he will enjoy the sport of meditation (accompanied by) 80,000 crores of those whose taints are destroyed, who are spotless, of peaceful minds, venerable ones. 100,000 crores of those who possess the six higher knowledges, who possess great psychic power, will constantly surround that Protector of the World, Metteyya.
Skilled in discriminating knowledge, knowing the words and the explanation (of the Doctrine), very learned, expert in the Doctrine, knowledgeable, adorning the Sangha, well tamed, gentle, firm, they will surround that Conqueror. That Naga (the Buddha) will be honoured by those monks who will be Nagas like him. He who will have crossed over, together with those who have crossed over, who are at peace, who assemble in peace. Together with an order of disciples surrounding that Great Sage, the Compassionate One, the Sympathetic One, Metteyya, greatest of two-footed beings,  raising up many individuals and Devas, will bring them to Nibbana. That Conqueror will wander around the towns and villages and capitals. He will beat the drum of the Doctrine. He will sound the conch shell of the Doctrine. He will proclaim the spiritual sacrifice. He will raise the banner of the Doctrine. He will roar the lion's roar, set in motion the excellent wheel (of the Doctrine), and cause men and women to drink the drink of truth with its excellent taste. That Conqueror will wander for the sake of all beings, both rich and poor, causing many people who are capable of being awakened to be awakened.
The Seeing One will cause some to take refuge (in the Triple Gem), some to take the five moral precepts, and some to undertake the ten skilful (actions). He will give some the state of being a novice and the four excellent Fruition States. He will give some discriminating knowledge into the incomparable Doctrine. The Seeing One will give some the eight excellent attainments. He will give some the three knowledges and the six higher knowledges. That Conqueror will admonish (a large) group of people (to undertake) that practice. Then the Teaching of the Conqueror Metteyya will be wide spread.
Seeing people capable of being awakened, that Sage will go 100,000 leagues in a moment and will cause them to be awakened. At that time, Metteyya's mother will be named Brahmavati, his father will be named Subrahma and will be the priest of King Sankha. His foremost lay disciples will be Asoka and Brahmadeva. The (lay) attendant Siha will attend on that Conqueror. Paduma and Sumana will be his foremost female disciples. Sumana and Sangha will be his foremost personal attendants. Yasavati and Sangha will be his foremost female attendants. The Naga tree will be the awakening (place) for that Blessed One. Its trunk will be two thousand cubits. It will have 20,000 branches with curved tips (always) moving. It will shine like the outspread tail of a peacock. The tips (of the branches) will be continually in flower and fragrant with a heavenly smell. The blossoms will be the size of wheels, with enough pollen to fill a nali measure. (The tree) will send its perfume in all directions for ten leagues, both with and against the wind. It will scatter its flowers all around the throne of awakening. People from the country, coming together there, will smell the excellent odour and pour forth words (of admiration), rejoicing in its odour. There will be a happy fruition of meritorious deeds for that venerable one, the Best of Buddhas, whose unimaginable radiance will spread out (like the smell of) the flowers.
That Conqueror will be eighty-eight cubits tall. That Teacher's chest will be twenty- five cubits in diameter. The Seer will have broad eyes with thick eyelashes. His eyes will be pure, not blinking day or night. His physical eye will see small or large things in all directions for ten leagues without obstruction. His radiance will stream forth as far as twenty-five leagues. That Conqueror will shine like a streak of lightening or a candlestick. He will shine like the sun, resembling a garland of jewels.  His (thirty-two major) marks and (eighty) secondary marks will at all times be seen as rays. Many hundreds of thousands of different sorts of rays will fall down. At every footstep (he takes) a beautiful flowering lotus will grow. (The lotuses will be) thirty cubits (across) with even petals and twenty-five minor petals. The stamens will be twenty cubits long and the pericaps will be sixteen cubits long. Inside the red lotuses (the flowers) will be filled with very red pollen. The Kamavacarika Devas will make columns of honour and Naga kings and Supanna (Devas) will decorate them.  There will be eight columns of gold, eight of silver, eight of jewels, and eight made of coral. There will be many hundreds of flags hanging there disporting themselves adorned garlands of flags ornamented with many precious things. There will be awnings adorned with jewels and resembling the moon. There will be many jewelled head ornaments with nets of small bells surrounding them.  They will scatter fragrant, sweet-smelling, perfumed flowers, and different sorts of powder, both human and divine, and a variety of cloths of diverse colours, beautiful, of the five colours. They will all sport around, having faith in the Buddha. There will be gateways there with strings of jewels, a thousand (cubits) high, delightful, beautiful, unobstructed and well-formed. They will be seen to be shining, with their radiance widespread all around.
The Buddha, at the head of the Order of Monks, will go in their midst, like Brahma in his assembly or lnda in his palace. When the Buddha goes (anywhere), they will go; when he stays (in a place), they will stay; when the Teacher sits or lies down together with his assembly, they will always practise the (same) four postures. There will be these honours as well as others, both human and divine. There will constantly be many sorts of marvels to honour Metteyya through the power of his endless merit.
Having seen that marvel, many people of various births, (many) men with their families, will only abandon the Teacher as their refuge at the cost of their lives. Whoever practices the holy life after hearing the word of the Sage, that person will go beyond journeying-on, which is subject to death and difficult to escape from. Many householders will purify the eye of the Doctrine by means of the ten meritorious acts and the three types of right action. Many will be destined for heaven through being accomplished in the traditional learning and texts, having purified (themselves) through respect for him, and through following the true Doctrine. It would not be possible to describe in every detail their fame which will be so great. They will be continually very happy. When they reach the end of their time (in that life), those men will have great fame as well as happiness. Life, beauty, and strength, and heavenly bliss (in a heavenly world) will be theirs. They will experience the happiness of sensual pleasures for as long as they wish. Then afterwards, at the end of their lives, they will enter into (true) happiness.
(The Buddha's) lifetime there will be 80,000 years. Remaining there that long, he will bring many people to the other shore. He will cause beings whose minds are ripe to be completely awakened and he will instruct others who have not perceived the (four) truths concerning which is the right path and which is the wrong path. He will carefully establish the torch of the Doctrine, the boat of the Doctrine, the mirror of the Doctrine, the medicine (of the Doctrine) for beings (at that time and) in the future. Then, in the midst of the venerable order of lay disciples who will have done what should be done, that Conqueror will blaze out like a mass of fire, and he will be extinguished. When the Perfect Buddha has been completely extinguished, his Teaching will remain for 180,000 years. After that, there will be a terrible disappearance in the world.
Thus, the constituent elements are impermanent, not firm, temporary, transitory, liable to destruction and old age, and empty. The constituent elements are like an empty fist, they are empty, they are the talk of fools. There is no power for anyone there, not even for one who has the psychic powers.  Thus, knowing this as it really is, one should be disillusioned with all compounded things. A Thoroughbred Among Men is hard to find. He is not born everywhere. Wherever that Hero is born, that happy family prospers. Therefore, in order to see Buddha Metteyya here, act rightly, firmly, energetically, with agitated mind. Whoever does good things here and dwells vigilent, whether a monk, nun, lay disciple, or laywoman disciple, whoever esteems the great Buddha, pays great honour to the Great One, that person together with the Devas will see the auspicious assembly at that time. Practise the holy life. Give suitable gifts. Keep the observance days. Practise loving kindness carefully. Be one who delights in being vigilent, always performing meritorious actions. Having acted skilfully here, you will make an end of misery.


Published by the Sayagyi U Ba Khin Memorial Trust, IMC-UK, Splatts House, Heddington, Calne, Wiltshire SN11 0PE, England,
Tel: +44 1380 850 238, Fax: +44 1380 850 833.
Registered Charity No 280134.
This publication is one of several marking the tenth anniversary of Mother Sayamagyi and Sayagyi U Chit Tin's
coming out of Burma to continue their work in the Tradition of Sayagyi U Ba Khin
by teaching the Buddha-Dhama in the West. 
The gift of the Dhamma surpasses all other gifts. 
Dedicated to our much revered teacher the late Sayagyi U Ba Khin (Thray Sitthu)
to mark the 89th anniversary of his birth in March 1899.
-ooOoo-

The Aspiration to Meet Buddha Ari Metteyya


Appendix B:
Namo Tassa Bhagavato Arahatto Sammasambuddhassa

We have made some alterations in the following translations.
1.     Aspiration concluding many Pali manuscripts in Sri Lanka (from Dbk, p. 36):
By the merit of this writing may I draw near to Metteyya (and) having been established in the Refuges, may I be well established in the Sasana.

2.     Aspiration concluding manuscripts in Sihalese (from Dbk, p. 37):
By the power of these meritorious deeds, without falling into the four hells, may I seek the Bodhisatta Metteyya in the Tavatimsa heaven and enjoying divine happiness, and going from there to Ketumati City, eradicating the defilements, may I receive the peace of liberation from the Buddha Metteyya.

3.     Aspiration concluding the Dvadasaparitta (from Dbk, p. 38):
In the future, Buddha Metteyya will be unexcelled in the world, he of great merits, of great power; may you have great peace.

4.     Aspiration attributed to King Parakramabahu I of Sri Lanka (from Dbk, p. 38):
Having departed from here and being reborn on the peak of Himalaya in the noble Jambudipa (India) as a leading deity of an aeon's life-span, I shall indeed hear the Doctrine of Lord Metteyya.

5.     Aspiration at the conclusion of the commentary on the Jataka (from Dbk, p. 39; verses 4-11 of the concluding 37 verses):
May I, through this meritorious deed, be born in my next life in the city of Tusita, the beautiful dwelling-place of the gods. May I listen to the preaching of Lord Metteyya and enjoy great glory with him for a long time. When this Great Being is born in the charming city of Ketumati as the Buddha, may I be reborn with the three noble root-conditions in a Brahman family. May I make offerings to that Great Sage of invaluable robes of the finest sort, alms, dwelling-places and medicines in abundance. May I undertake the life of abhikkhu in the dispensation and illumine that noble (institution), being the possessor of potency, mindful and well-versed in the Tipitaka. May he predict (of me), "This one will be a Buddha in the future." And may I offer gifts to the Buddhas who will come one after the other and (receive sure prediction) from them too. May I fare on in repeated births, give food and other things that are desired like a wish-conferring tree. May I fulfil all the perfections of morality, renunciation, wisdom, and so forth, and having attained the summit of the perfections, become an incomparable Buddha. May I preach the sweet Doctrine which brings bliss to all beings, liberating the whole world with its Devas from the bondage of repeated births. May I guide them to the most excellent, tranquil Nibbana.

6.     Aspiration at the conclusion of Sinhalese manuscripts of Ashin Buddhaghosa'sVisuddhimagga (The Path of Purification, pp. 837f.):
By the performance of such merit As has been gained by me through this And any other still in hand So may I in my next becoming Behold the joys of Tavatimsa, Glad in the qualities of virtue And unattached to sense desires By having reached the first fruition, And having in my last life seen Metteyya, Lord of Sages, highest Of persons in the world, and helper Delighting in all beings' welfare, And heard the Holy One proclaim The teaching of the Noble Law, May I grace the Victor's Dispensation By realizing its Highest Fruit.

7.     The aspiration of Thera Maha-Mangala in his biography of Ashin Buddhaghosa (Buddhaghosuppatti) (from Dbk, p. 40):
O may it be my lot to meet with him, the Lord Metteyya! He, the Fully Awakened One, shall lead vast multitudes across samsara's stream.
When I have found Metteyya, may I be versed in the three scriptures, and then in wisdom I shall see face-to-face the lord of mercy.

8.     Aspiration at the end of sharing merits in the Dana ceremony in Sri Lanka (from Dbk, p. 41):
By the aid of this meritorious deed of Dana, may you be reborn in the heavenly and human worlds, enjoying the greatest of worldly happiness, and may you be born again in the presence of Buddha Metteyya, and benefiting from his teaching of the Four Noble Truths, may you attain to the supreme, immortal, great Nibbana!

9.     Aspiration used in connection with the recitation Parittas (verses of protection) in Sri Lanka (from Dbk, p. 42):
May the multitude of gods dwelling over the seven oceans, on Mount Meru, in the Titans' world, in the world of Nagas, in the six celestial worlds, in the four shrines of the (four Guardian) Devas, on Mount Samantakuta, on the Himalayas, over the seven lakes, over Lake Anotatta, in the sky, on the earth, in all the Brahma worlds, in this Cakkavala (world-system), in the island of Ceylon, partake of these merits with loving thoughts and perceive Nibbana by seeing the sage-king Metteyya.

10. Closing verses at the end of Sinhalese manuscripts of Ashin Buddhaghosa'sAtthasalini (from The Expositor, p. 542):
By grace of this, the book I wrote, Into Metteyya's presence am I come. Within the Refuges established Upon the Sasana I take my stand. May mother, father, teachers, they who wish me well And they who do not, give me happy thanks And long safeguard the merit I have won.


Published by the Sayagyi U Ba Khin Memorial Trust, IMC-UK, Splatts House, Heddington, Calne, Wiltshire SN11 0PE, England,
Tel: +44 1380 850 238, Fax: +44 1380 850 833.
Registered Charity No 280134.
This publication is one of several marking the tenth anniversary of Mother Sayamagyi and Sayagyi U Chit Tin's
coming out of Burma to continue their work in the Tradition of Sayagyi U Ba Khin
by teaching the Buddha-Dhama in the West. 
The gift of the Dhamma surpasses all other gifts. 
Dedicated to our much revered teacher the late Sayagyi U Ba Khin (Thray Sitthu)
to mark the 89th anniversary of his birth in March 1899.
-ooOoo-